Saudaraku, bayangkanlah jika pada masanya nanti mulut ini tidak lagi bisa memberikan kesaksian atas semua amal perbuatan kita selama hidup di dunia. Maka kita pun tidak mampu berbuat apa-apa, melainkan hanya mendengarkan kesaksian dari para indera kita yang lain. Saat itu, kita tidak bisa menolak, menampik, memberikan pembelaan, bersaksi palsu, mencari-cari alasan, ataupun berbohong. Itulah pengadilan Allah, yang hakimnya adalah Hakim Agung yang Maha Adil.
Maka, entah berapa banyak kesaksian mata ini atas jutaan kemaksiatan kita melalui indera penglihatan. Jutaan gambaran akan diperlihatkan oleh dua bola mata yang tak mungkin berbohong di hadapan Sang Khaliq. Sungguh, mata ini begitu kering karena sedikitnya air mata yang keluar saat orang-orang lemah tertindas di depan kita, saat anak-anak yatim dan fakir miskin mengerang menahan lapar, saat saudara-saudara kita dibantai dan dihabisi. Debu-debu pandangan penuh maksiat yang menumpuk selama hidup ini, pun akan memberikan kesaksian.
Maka, entah bagaimana lelahnya tangan ini bersaksi ketika harus menghitung ribuan juta amal buruk kita selama di dunia. Entah juga bagaimana caranya tangan beserta jari jemari ini satu persatu bersaksi atas setiap gerak dosa kita.
Maka, bagaimana pula hati ini akan menumpahkan semua kekotorannya yang selama ini begitu menyesakkan setiap inci ruang hati ini. Begitu lama kita mengumpulkan noda hitam didalamnya dan terlupa untuk sesekalipun membersihkannya. Pekatnya hati ini oleh iri, riya', sombong, syirik, tamak dan dengki, hasad, ujub, sum'ah, akan tergambar jelas di hadapan Allah.
Maka, bagaimana tergopoh-tergopohnya kaki-kaki ini menerangkan semua langkah, setiap jengkal kaki-kaki kita yang kotor dalam mengarungi bahtera kehidupan. Juga bagaimana dengan indera-indera lainnya, telinga, hidung, dan semua indera yang selama ini hanya diam dan menjadi saksi bisu setiap perbuatan kita. Pada hari itu, mereka semua tak lagi bisu.
Saudaraku, tak inginkah kita bila tangan-tangan ini melambai anggun memberikan kesaksian yang manis tentang perbuatan kita? tak inginkah kita hati ini berbunga-bunga indah karena tak harus bermasam dengan pekatnya noda? Tak ingin juga kah wajah, telinga, jari-jemari, kaki, serta semua indera lainnya berseri-seri saat di hadapan Allah? Mereka bersaksi dengan kebanggan yang teramat sangat selama menjadi bagian dari jiwa yang bersih ini.
Saudaraku, sebelum masa itu tiba, marilah segera menuju ampunan-Nya yang luasnya lebih dari langit dan bumi yang dipersiapkan hanya untuk orang-orang yang bertaqwa. Karena saudaraku, Allah Tuhan semesta alam akan lebih gembira melihat hamba-hamba yang menyegerakan taubat atas setiap titik kesalahannya. Jauh dari gembiranya melihat orang yang kembali menemukan seluruh harta bendanya yang pernah hilang.
(Al Harits bin Suwaid), ia berkata: Abdullah menyampaikan dua hadits kepadaku, salah satunya dari Rasulullah saw dan yang satu lagi dari dirinya sendiri. Ia berkata: "Sesungguhnya seorang mukmin melihat dosa-dosanya seolah-olah ia duduk di bawah gunung dan ia takut kalau (gunung itu) jatuh menimpanya. Sedangkan orang durhaka melihat dosa-dosanya bagaikan lalat yang hinggap di hidungnya, lalu ia melakukan begini, yaitu menghalaunya dengan tangannya." Kemudian ia berkata: "Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: "Sungguh Allah lebih gembira terhadap taubat seorang hamba-Nya yang beriman daripada seorang laki-laki yang turun di padang sahara yang tandus bersama kendaraannya yang mengangkut makanan dan minumannya. Lalu ia meletakkan kepalanya dan tertidur. Ketika bangun ia mendapati kendaraannya telah pergi, lalu ia mencarinya. Ketika merasa sangat lapar dan haus, ia berkata: "Aku akan kembali ke tempatku semula, lalu aku akan tidur hingga mati." Lalu ia meletakkan kepalanya di atas lengannya untuk mati. Kemudian ia terbangun, dan tiba-tiba kendaraannya berada di sisinya beserta dengan bekal dan minumannya. Sungguh Allah lebih gembira terhadap taubat hamba-Nya yang beriman dari pada kegembiraan orang tersebut terhadap kendaraan dan bekalnya." (Bukhari, Muslim dan Tirmidzi). Wallahu a'lam bishshowaab. (Bayu Gautama)
0 comments:
Post a Comment